Perjalanan
kedalam diri harus melalui proses mengenali ego. Proses ini penting agar ego tak
mengendalikan jiwa yang bersih dan bebas. Tidak mengendalikan ego menyebabkan
keburukan luar biasa. Keburukan untuk diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa,
bahkan kemanusiaan. Kemajuan yang diraih manusia sesungguhmya adalah jalan
pada kehancuran selama kemajuan itu dikendalikan ego.
Karenanya
sangat penting kenali ego. Ketahui dan rasakan sang ego bekerja. Amati segala
gerak – geriknya. Dengan begitu kita bisa kendalikan ego
¨
SIFAT
– SIFAT DASAR EGO ADA (5) LIMA.
PERTAMA, ego senang akan kenikmatan saat itu juga. Ia tidak
sabaran. Bila ada sebuah kenikmatan didepan mata, segera ia lakukan. Ia
tidak peduli apakah kenikmatan tersebut melanggar aturan yang ia yakini
kebenarannya. Ia tak peduli meskipun kenikmatan tersebut merugikan dan
menyakiti orang lain. Ia tak peduli meskipun kenikmatan tersebut membuatnya
menelantarkan kewajibannya. Maka banyak orang bisa terus facebookan meskipun
sebenarnya mereka harus menyelesaikan tugasnya. Banyak anak muda gandrung
pornografi meskipun melanggar aturan agama. Kenikmatan menurut ego tersebut
dinilai lebih besar, lebih berarti dibanding ketaatan pada aturan.
KEDUA, ego tidak senang atas penderitaan saat itu. Akibatnya, sang
ego tak keberatan menanggung penderitaan dimasa depan yang jauh lebih besar. Ia
nekat menukar kenikmatan kecil saat sekarang dengan penderitaan besar kelak
dikemudian hari. Maka banyak orang yang nekat tidak diet dan tidak olah raga
meskipun badannya sudah kegemukan dan penyakitan. Penderitaan diet dan olah
raga tak bisa ditanggung oleh sang ego. Para
pelaku maksiat, pemabuk, pengguna narkoba terus saja melakukan meskipun mereka
tahu,kebiasaan itu akan berakibat kehancuran bagi dirinya. Mereka berfikir,
menghentikan itu semua terlalu berat penderitaanya.
KETIGA, ego terkait kuat pada hal – hal material. Menurut ego, hal –
hal material adalah yang terpenting dalam hidup. Maka uang, harta, benda –
benda, popularitas, jabatan, gelar menjadi tujuan hidup. Orang dikendalikan
ego, eksistensi dirinya tergantung hal – hal material saja. Maka, seorang ulama
akan marah besar bila ke – ulamaannya tidak dianggap. Pejabat akan menjadi
murka bila disamakan dengan rakyat biasa. Artis – artis akan stress berat bila
popularitasnya hilang. Orang kaya akan bunuh diri bila kekayaannya lenyap.
KEEMPAT, ego sangat senang membandingkan dirinya dengan orang lain.
Dengan begitu, orang yang dikendalikan ego akan terus merasa lebih hebat atau
lebih buruk dari orang lain. Bila hartanya lebih banyak, ia akan sombong karena
merasa lebih hebat. Bila ia tak punya jabatan, ia akan merasa lebih buruk,
minder, merasa kecil dihadapan orang yang punya jabatan. Ego sangat senang atas
perbedaan. Merasa sama dengan orang lain adalah musuh ego.
KELIMA, ego itu punya kecerdasan tingkat tinggi. Ia bisa menari di
irama gendang apapun (segala situasi). Bersama orang miskin ia senang. Bersama
orang kaya ia gembira. Ego bisa membutakan mata orang bodoh. Ego juga bisa
mengecoh orang berilmu. Ego mampu menelikung orang tak beriman. Ego juga mampu
menipu orang beriman. Makin tinggi ilmu, pengalaman dan keimanan seseorang
makin tinggi dan makin haluslah ego mempengaruhi. Kita mungkin bisa lepas dari
jeratan ego untuk malas, tapi bisakah kita lepas dari jeratan ego untuk
sombong? Dari sombong bisa lepas tapi selalu berhasilkah kita melepas jebakan
ego untuk merasa lebih hebat (ujub) ?
Ego
bekerja hebat didalam kegelapan. Ia tak berdaya dalam cahaya. Cahaya itu
bernama “kesadaran”. Sudahkah kita sadar setiap saat? Al – Qur’an adalah kitab
yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk menyelamatkan manusia dari
kegelapan menuju kebenaran dengan izin-Nya. Allah SWT berfirman :
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami
turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada
cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Qs.
Ibrahim (14) ayat 1)
MENGHARGAI
PROSES
Ajr al-
umura’ala adzlaliha (mulailah dari
yang terkecil)
Ini zaman instant. Banyak orang lebih suka yang instant, mau serba
cepat, abaikan proses. Tak jarang keinginan diraih dengan melanggar batas.
Enggan diribetkan rentetan proses, nggak mau meniti tangga untuk sukses. Ada yang mencoba melakoni
proses tapi melampat lalu tumbang ditengah jalan, memilih jalan pintas
suksesnya pun getas.
Sejatinya hidup adalah rangkaian proses. Kaidahnya cukup sederhana
jika tangga – tangga itu dinaiki satu demi satu, pasti akan sampai dipuncak
jua. Kalau perjalanan harus terseok, ini hanya soal dinamika hidup. Ikuti saja
alur dan rute dari hidup dan hokum alam ini. Lewati satu persatu proses demi
proses.
Ibrah dari alam, laut adalah muara semua aliran air bahkan dari yang
terkecil sekalipun. Berawal dari sumber mata air, mengalir melalui sungai,
selokan kecil, parit disawah, berakhir dilautan luas. Hendak bangun rumah ?
pasti berawal dari yang terkecil dan mendasar. Gali tanah, bangun pondasi,
lekatkan bata demi bata menjadi dinding, pancang tiang demi tiang seterusnya
sampai menjadi bangunan yang kokoh. Tak ada istilah dan tak pernah terjadi
dalam dunia pertukangan dan arsitektur bikin atap dulu baru bagian lainnya.
Ingin sesuatu secara instant ? bisa saja. Tapi yang instant itu rapuh,
lekas raib, tidak meaningfull. Kaya secara instant, orang pun mengambil jalan
pintas, merampok, korup atau membungakan uang. Namun, rampok penuh resiko,
koruptor harus siap dicokok petugas, membungakan uang entah efek ketidak
nyamanan, apalagi yang harus dibayar didunia. Buah harta dari jalan instant,
nihil berkah, lekas musnah.
Meski demikian, ini bukan sedang menggagas sikap antipati terhadap
segala yang instant. Adakalanya yang instant dibutuhkan, hanya pada kondisi
tertentu, dalam situasi gawat darurat jalan pintas demi penyelamatan malah
harus. Apalagi jika menyangkut keselamatan jiwa. Masalahnya, ada saja yang berdalih
darurat, enggan keluar dari cara instant. Masa darurat berkelanjutan ?
Maka, meraih tujuan dalam hidup perlu mengikuti proses. Mulai dari
yang terkecil dan termudah, baru naik ke level yang sedikit susah dan paling
susah. Jangan sebaliknya. Tengok saja apa yang dijalani seorang lifter. Ia mula
– mula berlatih mengangkat barbell dari yang paling ringan. Secara bertahap ia
meningkatkan bobot latihannya dari yang paling ringan sampai beban terberat.
Jika pada awal latihan ia langsung mengangkat beban paling berat dijamin
“bungkruh” jempor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar